
Berselimut Sangka Dalam Asmara
Cemburu adalah kata hebat yang mengetarkan jiwa, kecemburuan identik dengan kekecewaan dan berawal dari sebuah kecemasan ataukah kekhawatiran. Cemburu adalah akibat dari kedua faktor tersebut. Wajar bila setiap pecinta merasakan cemburu dengan seeorang yang dicintainya. Kecemburuan adalah benih-benih dalam cinta sejatinya, namun bila tak pandai mengelolanya, kecemburuan dapat menjadi sebuah ancaman cinta. Dalam hubungan rumah tangga, kecemburuan adalah sesuatu yang wajar dan alamiah sebagai sosok manusia. Hubungan pernikahan terkadang masih banyak dipenuhi bumbu-bumbu cemburu. Tak sedikit kecemburuan menjadi sebuah nilai yang dianjurkan terlebih bagi seorang suami, sebab apabila seorang suami tak cemburu atas istrinya terhadap hubungannya dengan orang yang berbeda jenis kelamin serta teman istri saat aktivitas entah bekerja atau menempuh pendidikan misalnya, dan suami merasa tenang-tenang saja atasnya, maka berhati-hatilah terhadap apa yang dikatakan Rasulullah shalalahu ‘alayhi wa sallam, “Tiga gologan yang tidak akan masuk syurga dan Allah tidak akan melihat mereka pada hari kiamat, orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya, perempuan yang menyerupai laki-laki, dan dayuts.” (HR. Nasa’i ,Hakim, Baihaqi, dan Ahmad). Dayuts ditafsirkan hadits-hadits lain, yaitu : Seorang kepala rumah tangga yang membiarkan kejelekan atau kerusakan dalam rumah tangganya. Dayuts juga ditafsirkan oleh ulama : orang yang tidak cemburu terhadap istrinya.
Kecemburuan terkadang seringkali menyelimuti wanita disaat suaminya bekerja, tak jarang pasangan muda yang masih lemah dalam keadaan agamanya senantiasa diisi hari-harinya dengan perasaan cemburu dan menaruh curiga kepada suaminya. Rasanya telah beda disaat pernikahan telah terjadi dibanding sebelum menikah ketika saling berpadu asmara di depan rumah orang tua dahulu. Semua seakan sirna tatkala orang yang dihadapi dalam rumah senantiasa pulang larut malam dan terkadang tanpa kabar, sebagai seorang istri tentulah diperbolehkan khawatir, namun janganlah sampai kekhawatiran tersebut berujung pada kecurigaan bahkan pertengkaran. Jika memang sebelumnya telah yakin dengan pasangannya, maka yakinlah bahwa saat ini ia adalah yang terbaik bagi pasangannya. Hal yang fitrah memang ketika kecemburuan melanda, semua seakan berisi muatan negatif dan tak pernah memandang sisi berbeda dari pasangannya. Seperti diawal tulisan tadi, semua kebaikan akan hilang lenyap jikalau hati telah penuh prasangka, hanya kekurangan yang ada di dada.
Ketahuilah, Rasulullah shalallahu ‘alayhi wa sallam pun pernah marah kepada Aisyah radhiyallohu ‘anha karena kecemburuannya yang besar terhadap Khadijah bintu Khuwailid radhiyallohu ‘anha sekalipun Khadijah telah wafat lama. Namun Aisyah sungguh amat mengetahui bahwasanya Rasulullah sangat mencintai Khadijah terlebih dalam riwayat Muslim, Rasulullah pernah berkata penuh kemuliaan tentang Khadijah dalam sabdanya, “Sebaik-baik wanita surga adalah putri ‘Imron (Maryam) dan sebaik-baik wanita surga adalah Khodijah bintu Khuwailid.”, hati siapa yang takkan iri termasuk Aisyah radhiyallohu ‘anha padahal Aisyah pun telah mendapat garansi orang yang dicintai dari kalangan wanita sebagaimana Rasulullah pernah mengatakan ketika ditanya siapakah wanita yang paling engkau cintai ya Rasulullah, maka Nabi menjawab ‘Aisyah dari kalangan wanita dan dari kalangan pria ialah bapaknya (Abu Bakar Ash Shiddiq).
Kecemburuan Aisyah tentulah karena kecintaan ia kepada Rasulullah shalalahu ‘alayhi wa sallam, bukan karena banyak motif kebencian apatah lagi kecurigaan. Kecemburuan yang dialami oleh kalangan wanita ialah sesuatu yang fitrah terlebih wanita berasal dari tulang rusuk yang bengkok, jika ia diluruskan secara paksa maka akan patah, dan bila ia dibiarkan akan semakin bengkok. Al Imam Muslim meriwayatkan bahwasanya ada seorang nenek-nenek datang kepada Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam. Lantas Nabi bertanya kepadanya, “Siapa anda?” Nenek tersebut menjawab “Aku adalah Jatstsamah(wanita yang bodoh) Al Muzaniyyah.” Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam lantas bersabda, “Katakanlah bahwa anda adalah Hassanah (wanita yang baik). Bagaimana kabarmu? Dan bagaimana kondisimu sepeninggal kami?” Ia menjawab, “Aku baik-baik saja, demi ayah dan ibuku sebagai tebusanmu wahai Rasulullah.”
Kala wanita tersebut pergi maka Aisyah mengatakan, “Wahai Rasululloh, Anda menyambut wanita tua tadi sampai seperti itu?” Beliau shalallahu ‘alayhi wa sallam menanggapi, “Sesungguhnya ia pernah datang kepada kami ketika Khadijah masih hidup. Dan sesungguhnya baiknya jalinan hubungan itu sebagian dari iman.”
Dalam kisahnya yang lain, Al Imam Muslim menuturkan kecemburuan Aisyah dan membuat Rasulullah marah seperti yang dikatakan olehnya, suatu ketika Halah bintu Khuwailid, saudari dari Khadijah pernah meminta izin masuk kerumah Rasululah shalallahu ‘alayhi wa sallam, dan beliau pun teringat dengan suara Khadijah (karena Halah memiliki suara yang mirip dengan Khadijah) sehingga Rasulullah merasa senang dengan hal itu dan mengatakan, ‘Ya Allah, Halah’. Melihat hal demikian tentulah membuat sang Ummahatul Mukminin Aisyah tak kuasa menahan diri untuk berucap, “Apa yang anda (Nabi) ingat dari wanita tua Quraisy yang kedua sudut mulutnya merah yang sudah meninggal, dan kiniAllah telah mengganti anda dengan yang lebih baik darinya?”
Mendengar ucapan demikian, Rasulullah shalallahu ‘alayhi wa sallam berubah wajahnya dan menghardik ‘Aisyah karena marah, “Demi Alloh, Alloh tidak mengantikan untukku yang lebih baik darinya. Ia telah beriman kepadaku ketika manusia kafir. Ia membenarkanku tatkala manusia mendustakanku. Ia menyediakan hartanya untukku ketika manusia menghalangiku. Dan, Allah mengkaruniakan anak darinya sedangkan wanita lain tidak.” Maka Aisyah tediam seketika, dan ia berkata dalam hatinya, ”Demi Alloh, aku tidak akan menyebut-nyebutnya lagi setelah ini.”
Sungguh, kecemburuan adalah tanda kecintaan yang tidak bisa ditutupi khususnya bagi kalangan wanita. Karena wanita sayang dan cinta terhadap suaminya sehingga perasaan cemburu itu ada. Oleh karena itu sebagian suami terkadang menguji kembali kecintaan istrinya dengan benih-benih sejauhmana kecemburuan istrinya kala terkadang sang suami bercerita perihal wanita lain di hadapannya. Akan tetapi hendaknya suami tidak menyalahgunakan senjata mutakhir ini untuk sebuah penyiksaan akan perasaan pasangannya. Poin disini adalah sebuah perasaan yang saling menerima. Menerima adanya apa yang dimiliki oleh pasangan kita.
Penerimaan kadang lebih sulit dan membutuhkan sebuah pemaksaan, akan tetapi yakinlah dibalik pemaksaan tersebut akan menumbuhkan benih kepercayaan yang terbaik dalam kehidupan selanjutnya. Jadi, terimalah pasangan anda dengan paket lengkap yang ia bawa baik kekurangannya maupun kelebihannya.
Janganlah setap kali cemburu lantas menjadi sosok yang berbeda dari biasanya. Lihatlah kecemburuan tersebut dari sisi yang berbeda. Jadikanlah kecemburuan tersebut menjadi ajang introspeksi agar kita dapat menunjukkan yang terbaik bagi pasangan. Sebab kita telah dipilih oleh dirinya, maka sudah menjadi tugas kita baik suami maupun istri untuk memberikan yang terbaik dalam keadaan apapun. Jika kebaikan telah menjadi sebuah acuan, niscaya kerukunan dan ketentraman akan terbina, akan tercipta suasana saling menghargai perasaan pasangan dan akan memberikan rasa ketentraman dan kerukunan lebih menghujam. Berikanlah yang terbaik bagi pasangan anda, dan berusahalah jangan menampakkan kecemburuan dihadapannya. Tanggapilah apa yang ia katakan yang bisa jadi ia hanya ingin sekedar bercerita saja tanpa lebih dari apa yang kita khawatirkan. Ketahuilah semakin negatif perasaan kita maka tingkat kekhawatiran semakin tinggi, dan bisa jadi saat kekhawatiran itu memuncak, kejadian penuh kecemasan akan benar-benar terjadi.
Sikapilah dengan bijak setiap onak dan duri yang ada, jangan membuat masalah-masalah baru atau mengungkit masa lalu menjadi konflik berkepanjangan dalam rumah tangga anda. Yakinlah, itu semua adalah bagian dari badai yang akan berlalu saat bahtera yang dilayari bersama sesuai dengan cara yang benar dalam mengendalikannya. Jadikanlah cemburu sebagai hal yang biasa, karena bukan kali ini saja anda mengalaminya. Dan sikapilah dengan bijak sebagaimana anda pernah mengalaminya walaupun terkadang keluar kata “tapi kali ini beda”. Itulah badai, selalu beda tingkat intensitasnya dan juga menanganinya. Jika semua sama, dunia takkan berwarna dan kadar cinta tak akan meningkat hakikatnya.
Wallahu ‘alam bi shawwab
Posting Komentar